updatecepat.web.id Silaturahim pengurus besar Nahdlatul Ulama di Pondok Pesantren Tebuireng berlangsung dalam suasana hangat dan penuh penghormatan. Para tokoh NU dari unsur mustasyar, syuriyah, hingga tanfidziyah duduk bersama, mendengarkan pandangan satu sama lain demi merawat keberlangsungan organisasi yang menaungi jutaan jamaah di seluruh Indonesia.
Pertemuan semacam ini bukan hal baru dalam tradisi NU. Sejak awal berdirinya, kultur musyawarah dan pendekatan kekeluargaan selalu menjadi metode menyelesaikan setiap dinamika internal. Di Tebuireng, tradisi itu kembali dirawat melalui forum dialog terbuka yang digagas pimpinan pesantren.
Prof Mohammad Nuh Wakili Unsur Syuriyah
Dalam silaturahim ini, jajaran syuriyah diwakili oleh Rais Syuriyah PBNU H. Prof Mohammad Nuh. Kehadirannya disambut penuh takzim oleh para kiai. Prof Nuh dikenal sebagai sosok yang tegas namun pitutur lembut, dan sering menjadi jembatan antara berbagai pandangan yang berbeda di lingkungan NU.
Ia menyampaikan bahwa silaturahim di Tebuireng adalah kesempatan baik untuk menjelaskan kondisi organisasi secara langsung kepada para masyayikh yang dihormati. Bagi Prof Nuh, dialog tatap muka jauh lebih menenteramkan daripada rumor yang beredar di luar.
Nur Hidayat Hadir dari Unsur Tanfidziyah
Dari jajaran tanfidziyah, hadir H. Nur Hidayat, yang ikut membawakan laporan mengenai dinamika terkini di tubuh PBNU. Keduanya saling melengkapi: syuriyah menyampaikan pertimbangan keagamaan dan prinsip dasar organisasi, sementara tanfidziyah memberikan gambaran teknis penyelenggaraan roda organisasi.
Pertemuan tidak dibuat kaku. Setiap yang hadir diberi ruang menyampaikan pandangan. Ada harapan bahwa pertemuan lanjutan dapat melanjutkan semangat kerekatan ini.
Dialog Dua Arah Demi Klarifikasi dan Kedamaian
Dalam penyampaiannya, Prof Nuh menegaskan bahwa forum ini digelar agar para kiai sepuh memperoleh informasi langsung dari pihak yang bertanggung jawab atas jalannya organisasi. Ia menilai hal ini penting untuk menghindari kesalahpahaman serta menjaga wibawa ulama dan organisasi.
“NU ini rumah besar. Rumah besar perlu dirawat bersama. Ketika ada persoalan, kita jelaskan apa adanya. Tidak dilebihkan, tidak dikurangi,” demikian pesan utamanya.
Forum juga dipandang sebagai tindak lanjut musyawarah sebelumnya yang berlangsung di daerah lain. Artinya, upaya merajut rekonsiliasi dan keharmonisan tidak berhenti hanya pada satu pertemuan saja.
Mencari Jalan Tengah untuk NU
NU memainkan peran besar dalam menjaga moderasi kehidupan beragama di Nusantara. Karena itu, stabilitas organisasi harus dijaga dengan baik. Prof Nuh menekankan bahwa tujuan silaturahim bukan memperuncing perbedaan pendapat, tetapi mencari solusi bersama yang terbaik.
Beliau mengingatkan bahwa sejarah NU penuh hikmah: setiap masalah bisa melewati jalan damai ketika semua pihak siap mendengar. Sikap rendah hati menjadi kunci terpenting dalam menyelesaikan persoalan di lingkungan organisasi keagamaan.
Tebuireng, Tempat yang Penuh Sejarah
Dipilihnya Tebuireng bukan tanpa alasan. Pesantren ini memiliki kedudukan khusus bagi NU, karena berdiri di bawah naungan keluarga besar pendiri organisasi, Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari.
Silaturahim di tempat bersejarah ini diharapkan memberi keberkahan sekaligus mengingatkan kembali semangat awal NU: dakwah penuh kasih sayang, mengayomi umat, dan menjaga persaudaraan Islam Ahlussunnah wal Jamaah di Indonesia.
Antusias Warga Pesantren
Selain para kiai, para santri dan masyarakat sekitar juga turut merasa bangga karena pesantrennya menjadi tuan rumah silaturahim penting ini. Mereka menyaksikan bahwa ulama tetap memegang tradisi dialog dalam menyelesaikan perbedaan.
Santri melihat langsung teladan akhlak ulama: tidak saling meninggi, tidak saling menjatuhkan, tetapi saling mendengar dan saling menghormati.
Harapan agar NU Semakin Solid
Acara silaturahim ditutup dengan doa bersama. Semua berharap pertemuan ini membawa titik terang bagi persoalan internal dan menjadi langkah awal menuju persatuan yang lebih kokoh.
NU adalah organisasi yang hidup dari keteladanan ulama. Selama nilai-nilai adab, musyawarah, dan persatuan dijadikan landasan, tantangan apa pun dapat dihadapi bersama.
Para peserta sepakat bahwa dialog lanjutan harus terus dilakukan. NU tidak boleh berhenti bergerak, karena di pundaknya ada amanah menjaga umat, pendidikan pesantren, serta persatuan bangsa.
Penutup: Merawat Kebersamaan Rumah Besar
Silaturahim PBNU di Tebuireng membuktikan bahwa organisasi ini tidak pernah menutup pintu pada dialog internal. Ketika ada dinamika, NU memilih jalan kekeluargaan dan kedewasaan. Upaya mencari solusi terbaik tidak menunjukkan kelemahan, justru menegaskan bahwa NU terus belajar untuk menjaga keutuhan rumah besar ahlussunnah wal jamaah.
Dengan suasana sejuk Tebuireng dan doa para kiai sepuh, pertemuan ini diharapkan menjadi angin sejuk bagi seluruh warga nahdliyin — bahwa masa depan NU selalu diusahakan dengan penuh kebijaksanaan dan persaudaraan.

Cek Juga Artikel Dari Platform baliutama.web.id

More Stories
Seleksi PPIH Arab Saudi 2026 Resmi Dibuka: Jadwal, Formasi & Syarat Lengkap
Bahlil Klaim Pemulihan Listrik 97%, Warga Aceh Besar: “Lampu di Rumah Saya Belum Menyala”
Gubernur di Sejumlah Daerah Serentak Tetapkan Status Tanggap Darurat Bencana